rss

mutiarafr.blogspot.com

Minggu, 27 November 2011

Rahasia Tiga Pertanyaan

Pada masa permulaan Islam, ketika orang berbondong – bonding masuk Islam, orang – orang kafir Quraisy semakin tidak suka kepada Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam dan pada perkembangan Islam yang pesat.

Ketika itu, di Kota Yatsrib, yaitu kota yang setelah Nabi berhijrah ke sana dinamakan Madinah, hidup sekelompok orang Yahudi yang jumlahnya cukup banyak. Mereka termasuk ahlul kitab karena mereka memiliki kitab Taurat. Akan tetapi, Kitab Taurat yang ada di tangan mereka telah mengalami beberapa perubahan, jadi tidak utuh seperti waktu diturunkan kepada Nabi Musa AS.

Kaum kafir Quraisy mengirim utusan untuk menemui para pendeta Yahudi di Yatsrib. Utusan itu menceritakan tentang munculnya Muhammad sebagai Nabi dan Utusan Allah. Utusan itu juga menceritakan bahwa Muhammad SAW mengaku menerima wahyu dari Allah SWT.

Utusan kafir Quraisy itu berkata kepada para pendeta yahudi, “Kalian adalah pemuka bangsa Yahudi. Kalian adalah ahlul kitab yang pertama. Kalian memiliki ilmu tentang kenabian yang tidak kami miliki. Maka beritahukanlah kepada kami, paa pendapat kalian tentang Muhammad ?”

Seorang pendeta Yahudi menjawab, “Cobalah kalian tanyakan tiga hal kepadanya. Tanyakanlah tentang sekelompok pemuda yang hidup pada zaman dahulu dan memiliki kisah menakjubkan. Lalu, tanyakan kepadanya tentang lelaki gagah perkasa yang mengembara ke timur dan ke barat. Tanyakan pula kepadanya tentang ruh, apakah ruh itu? Jika dia bisa menjelaskan yang pertama dan kedua serta tidak menjelaskan yang ketiga, berarti dia benar – benar nabi.”

Utusan Quraisy itu pun kembali ke Makkah. Begitu sampai, mereka mengabarkan perkataan pendeta Yahudi pada pemuka kaum kafir Quraisy. Lalu, mereka bersama – sama menguji Rasulullah SAW dengan ketiga pertanyaan itu.

Untuk menjawab tiga soal itu Allah menurunkan surat Al Kahfi. Dengan surat Kahfi itu, beliau menjawab tiga pertanyaan dengan tepat.

Soal pertama dijawab dengan cerita tentang Ashabul kahfi, sekelompok anak muda yang memasuki gua karena melarikan diri dari kejaran raja yang bengis lagi kejam. Anak – anak muda itu disertai seekor anjing. Mereka tertidur dalam gua lebih dari 300 tahun. Ketika bangun, mereka mendapati negerinya telah berubah total. Semua orang yang mengetahui kisah mereka, merasa takjub. Rasulullah menjelasakan kisah Ashabul Kahfi itu secara rinci dan jelas.

Soal kedua, beliau jawab dengan kisah Dzulqarnain. Seorang raja perkasa yang menundukkan banyak raja dan berkeliling ke dunia timur dan barat. Sampai akhirnya Dzulqarnain bertemu dengan  kaum yang memintanya untuk membangun tembok pemisah antara mereka dengan ya’juj dan ma’juj, agar mereka aman dari kejahatan ya’juj dan ma’juj, sampai akhir kisah.

Adapaun pertanyaan mereka yang ketiga, yaitu tentang ruh, maka Rasulullah menjawabnya dengan firman Allah dalam Surat Al –Isra (17) Ayat 85

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan aku tidak diberi ilmu kecuali sedikit.”

Dengan demikian, Rasulullah telah menjawab ketiga pertanyaan itu dengan tepat, karena beliua mendapat bimbingan langsung dari Allah.

Seketika itu, banyak kaum kafir Quraisy yang percaya bahwa Nabi Muhammad benar – benar seorang Nabi utusan Allah, dan ajaran Islam yang beliau bawa benar – benar dating dari Allah.

Akan tetapi, walaupun mereka mengetahui hal itu, tetap saja banyak orang kafir yang tidak mau beriman. Kekafiran mereka tak lain disebabkan  karena rasa gengsi, angkuh, dan cinta pada dunia.



Cerita ini saya tulis ulang dari buku “Ketika Cinta Berbuah Surga” karangan Habiburrahman El Shirazy.
Semoga bermanfaat… ^_^
Wassalamualaikum

Selasa, 21 Juni 2011

Wasiat Rasulullah Shalallahualaihi wassallam tentang Shalat Dhuha

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, wasiat diartikan sebagai pesan terakhir yang disampaikan oleh orang yang meninggal dunia, pusaka, atau sesuatu yangbertuah. Arti apapun yang diberikan untuk kata ini, yang pasti wasiat adalah sesuatu yang bersifat amat penting dan menyimpan keutamaan dan manfaat yang luar biasa dalam banyak hal.
Hadits dari Abu Hurairah menyebutkan
“Kekasihku, Rasulullah mewasiatkan kepadaku tiga perkara: puasa tiga hari pada setiap bulan, dua rakaat shala Dhuha, dan agar aku shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, sahabat Abu Darda berkata:
“Kekasihku Rasulullah mewasiatkan kepadaku tiga perkara, dan aku tidak akan meninggalkannya selama aku hidup, yaitu : puasa tiga hari pada setiap bulan, shalat Dhuha, dan agar aku tidak tidur sebelum shalat witir.’ ( HR. Bukhari dan Muslim)
Abdul Aziz bin Baaz berkata, “ Kedua hadits tersebut merupakan hujjah yang jelas untuk menunjukkan disyariatkannya shalat Dhuha, dan hal itu adalah sunnah Mu’akkadah. Karena jika beliau mewasiatkan sesuatu, berarti wasiat itu untuk semua umat. Bukan untuk orang tertentu yang diberi wasiat tersebut. Demikian juga, jika beliau melarang atau memerintahkan sesuatu, maka hukumnya adalah umum. Kecuali, jika beliau mengkhususkan pada seseorang atau sesuatu, yaitu seperti dengan kalimat :’ini khusus untukmu’.” (Said bin Wahf al-Qahthani, Shalat al-Tathawwu’)
Makna penting mengistiqomahkan shalat Dhuha tergambar jelas dar wasiat Rasulullah tersebut, bahkan sahabat Abu Darda’ berjanji tidak akan pernah meninggalkannya selama ia hidup. Tetapi, satu pertanyaan muncul : “Jika shalat sunnah tersebut amat penting, mengapa Rasulullah tidak melanggengkannya? Terbukti dalam beberapa hadits Nabi disebutkan bahwa beliau kadang melakukannya namun terkadang meninggalkannya.”
Nabi tidak melakukan shalat Dhuha terus nenerus bukan berarti meniadakan sunnahnya. Karena, terkadang beliau meninggalkan suatu amalan dengan tujuan menjelaskan kepada umatnya bahwa amalan tersebut tidak sampai pada tingkat suatu kewajiban. Akan tetapi, para sahabat merasakan eman atau sayang apabila meninggalkan kesunahan – kesunahan yang diajarkan oleh Nabinya, karena begitu besarnya keutamaan yang dikandung oleh amalan tersebut. Salah satunya adalah sahabat Abu Darda’, sebagaimana, diceritakan dalam hadits di atas.
Itulah gambaran abad keemasan para sahabat, mereka memandang amalan sunnah sedemikian istimewa sehingga seperti sebuah kewajiban. Hal-hal yang makruh mereka tinggalkan, dan yang mubah mereka ganti dengan amalan ibadah. Apalagi, jika amalan itu suatu kewajiban.
Sebuah perkara pernah membuat hati Umar bin Khattab benar – benar bersedih dan menyesal. Padahal perkara itu bukanlah sesuatu yang berimbas pada dosa yang sangat besar, tetapi “hanyalah”nsuatu amalan yang tidak sengaja ia tinggalkan. Alkisah suatu hari Umar bin Khattab lupa tidak mengikuti shalat Ashar berjamaah dikarenakan masih melihat – lihat kebunnya. Saat itu, ia melihat kaum Muslimin sudah pulang dari mengerjakan shalat Ashar. Karena itulah, ia bersedih dan menyesal. Untuk menebus kelalaiannya, ia lalu menginfakkan seluruh kebunnya untyk keperluan dakwah islam.
Begitulah ghirah (semangat) beribadah para sahabat Nabi di zaman keemasan, lalu bagaimana dengan ghirah kita saat ini? Na’udzubillah tsummastaghfirullah, kita berlindung kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya oleh karena banyaknya kelalaian kita.

*Baba Rusyda Babel Haqq*
--Shalat Dhuha--

Tukang Pipa Air "True Story"

Tukang Pipa Air
Dia hanyalah seorang yang tidak tamat SD. Sekolahnya hanya sampai di kelas 3 saja. Ia pergi ke kota untuk mengadu nasib sebagai tukang pipa air. Keahlian sebagai tukan pipa air didapat dari kakak iparnya. Di kota besar, ia berkeliling naik sepeda angin untuk menawarkan jasa dari rumah ke rumah.
Suatu hari, ketika waktu dhuhur ia berhenti di sebuah masjid untuk melakukan shalat. Kebetulan di sana ada pengajian singkat. Dia mengikutinya. Ceramah yang disampaikan tentang kemuliaan shalat Dhuha. Semenjak itu, ia tidak pernah meninggalkan shalat Dhuha.
Waktu demi waktu, pekerjaan jasa sebagai tukang pipa air dan sumur bor semakin ramai. Ia memiliki beberapa anak buah. Semakin lama dirasakan semakin ada kemajuan. Meskipun tenggelam dalam kesibukan di kota, namun ia tak pernah mengabaikan shalat Dhuha.
Pada suatu ketika, ia bertemu dengan seorang kontraktor perumahan. Ia mendapat penawaran dari kontraktor itu membuat lima ribu sumur bor. Mulanya ia ragu – ragu karena tidak punya modal. Namun, setelah mengeluh kepada Allah setelah shalat Dhuha, ternyata ada jalan lapang. Kunci rezeki diberikan Allah kepadanya. Kontraktor tersebut berkenan member uang muka lima puluh persen dari biaya. Baginya, lima puluh persen sudah cukup untuk membuat lima ribu lubang sumur bor. Proyek selesai dan ia mendapat keuntungan besar. Semenjak saat itu, ia tak lagi berkeliling menawarkan jasa membawa sepeda angin. Tetapi, dirinya telah bisa membeli mobil dan rumah. Pekerjaan cukup diserahkan pada anak buahnya.
Dalam kurung dua tahun, ia menjadi milyarder. Proyek besar selalu dimenangkannya. Hingga suatu ketika sebuah perusahaan rokok terkenal, member proyek pengeboran air tanah. Sebenarnya sudah sepuluh kontraktor laintelah mencoba sumber air, namun selalu gagal.
Mulanya ia ragu menerima tawaran itu. Namun, akhirnya diserahkan nasib dan semua urusannya pada Allah. Sebelum memulai pekerjaan, semua anak buahnya diminta untuk melakukan shalat Dhuha. Hasilnya, luar biasa. Setelah pengeboran berlangsung satu minggu, air tanah yang berkwalitas didapatkannya. Pemilik perusahaan rokok tersebut merasa puas. Tahukah Anda, berapa ia mendapat pembayaran dari pekerjaan itu? Dua lubang sumur bor berikut jaringannya, ia menerima dua milyar. Pekerjaan itu hanya butuh waktu dua bulan.

Ini cerita tentang keajaiban shalat Dhuha seorang tukang pipa air.
Apa ceritamu?
Komen yah ?? ^^

Jumat, 18 Maret 2011

Rasulullah Banyak Tertawa dan Tersenyum

Rasulullah adalah orang yang paling banyak tersenyum dan tertawa di hadapan para sahabat beliau. Bahkan, beliau menjadikan senyum sebagai ibadah yang digunakan untuk menyembah Allah sebagaimana sabdanya,
“ Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah “
Orang yang menelurusuri kehidupan Nabi Muhammad akan mendapati bahwa beliau terkadang bercanda dan berhumor. Hal itu tidak aneh mengingat beliau adalah sosok yang menjadi rahmat yang dianugerahkan Allah untuk manusia. Allah berfirman tentang beliau,
“ Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu “ (Ali Imran : 159)
Beliau diutus sebagai rahmat untuk sekalian alam. Dan, manusia yang paling berhak mendapatkan rahmat ini adalah keluarga beliau, kerabat beliau, orang – orang yang dikasihi beliau dan para sahabat beliau. Penampilan beliau yang suci selalu dihiasi senyuman yang benderang dan mensugesti. Jika orang bertemu dengan beliau, maka mereka langsung terpikat hatinya. Jiwa mereka pun segera cenderung terpikat secara total kepada beliau, dan ruh mereka pun segera tertawan dengan kepribadian beliau.
Beliau tersenyum seperti embun yang tampak bersinar di wajah yang lebih cemerlang dari matahari, kening yang lebih bercahaya dibandingkan bulan purnama, mulut yang lebih suci dari wewangian, akhlak yang lembut dari bunga, dan cinta yang lebih halus dari angin semilir. Beliau hanya mengucapkan kebenaran. Sehingga, humor beliau bagi ruh para sahabat terasa lebih lembut dari butir – butir air di hati, dan lebih halus dari tangan seorang ayah yang penyayang di kepala anaknya yang masih bayi.
Beliau berhumor kepada mereka sehingga ruh mereka pun menjadi semangat, dada mereka menjadi lapang, dan wajah mereka menjadi ceria. Sehingga,mereka sama sekali tidak menginginkan dunia seluruhnya dalam salah satu majelis beliau. Dan, mereka pun sama sekali tidak mengharapkan harta yang berlimpah ruah dalam satu kata – kata beliau yang lebih tenang dan bercahaya dari semua itu.
Jarir bin Abdullah al-Bujali berkata, “Setiap kali saya menjumpai Nabi Muhammad pasti beliau tersenyum.” Jarir berbangga dengan anugerah ini serta mengumumkan kedermawanan beliau. Dan senyum yang cemerlang, hangat, dan tulus ini lebih berharga bagi Jarir dibandingkan semua ingatan dan lebih tinggi dibandingkan seluruh harapan.
Ketika beliau senyum di hadapannya, maka hal itu sudah cukup baginya. Tindakan beliau itu memenuhi ruhnya dengan kebaikan, kasih sayang, dan kelembutan. Jangan sangka hal itu adalah sesuatu yang biasa, atau ia adalah sesuatu yang mudah sekali, karena Anda tidak mengikuti kejadian itu juga tidak merasakan masalahnya.
Rasulullah dalam tawa dan canda beliau bersikap seimbang antara orang yang kering, muram dan cemberut penampilannya, dengan orang yang banyak tertawa, berlebihan dalam humor dan hobi berkelakar. Nabi Muhammad pernah tertawa dalam beberapa kesempatan hingga geraham beliau terlihat, namun beliau tidak tenggelam hinga dalam tawa hingga tubuh beliau bergerak – gerak, atau condong atau hingga bagian tubuh atas beliau terlihat.

Selasa, 01 Maret 2011

Mahar Untuk Rumaisha

Seorang remaja putri, Rumaisha. Hidup biasa – biasa saja, sama seperti teman sebayanya. Tidak cantik, sederhana namun ada sebuah motivasi dalam dirinya untuk selalu tegar bertahan hidup di atas ujian Allah , motivasi hidupnya adalah “Aku hidup untuk Allah, dan aku hidup untuk mati” Subhanallah, motivasi yang sangat dahsyat, menanamkan dalam dirinya hidup hanya untuk Allah, dan meninggalkan semua kemewahan dunia, karena ia menyadari bahwa semua yang bernyawa pasti akan mati. Seandainya semua manusia menyadari hal ini. Dia, seorang mahasiswi di bidang kebidanan. Ya, pilihan yang tepat, dari banyak segi, jurusan ini sangat banyak manfaatnya dan insha Allah sedikit mudharatnya. Seorang bidan banyak menolong para ibu untuk berjuang melairkan khalifah – khalifah kecil, dan pekerjaan ini juga jarang mencampurbaurkan antara lelaki dan perempuan. Sehingga, dapat tetap menjaga muru’ahnya sebagai seorang wanita muslimah. Insha Allah.
                Tapi, suatu ketika rumaisha diuji oleh Allah.  Pagi itu, Rumaisha pergi ke sebuah toko alat tulis yang berada tidak jauh dari sekolah akademinya. Di sana, ia bertemu dengan seorang pemuda, ya tampan memang. Sekilas melihat pemuda tersebut, hati Rumaisha bergetar dan segera menundukkan pandangannya, karena, pandangan pertama itu rahmat sedangkan seterusnya adalah laknat. Hari berlalu, Rumaisha melalui hari – harinya seperti biasa. Hingga pada hari Senin, saat waktu Zuhur, Rumaisha pergi ke masjid yang berada di belakang sekolah akademinya. Setelah shalat Zuhur, tanpa sengaja Rumaisha bertemu dengan pemuda itu lagi, entah apa yang membuat Rumaisha berdiri mematung, pemuda itu memakai almamater kampus yang ternyata letaknya tak jauh dari sekolah Rumaisha. Pemuda itu mengenakan almamater warna biru , menandakan bahwa ia seorang mahasiswa fakultas Hukum. Tersadar dari hayalannya, dan bahwa ia sedang diperhatikan oleh pemuda tersebut, ia menjadi malu, wajahnya memerah, dan segera ia berlari meninggalkan masjid. Rumaisha pulang, ke rumah, sesampainya di rumah, ia langsung duduk bersandar di kursi kamarnya, mengambil sebuah catatan kecil, ya catatan itu memang biasanya ia pakai sebagai media untuk curhat sama Allah. Walaupun ia tahu, bahwa Allah itu Maha Mengetahui, tanpa ia menulis pun Allah sudah mengetahuinya. Tapi, Rumaisha punya cara sendiri untuk melampiaskan perasaannya. Diambilnya pulpen dan mulai tangan menuliskan sesuatu
“ Ya Allah, Aku mohon
Jika Engkau takdirkan aku untuk mencintai seseorang, aku ingin seseorang yang bisa membawa cintaku agar lebih dekat kepada-Mu”
Ya, hanya dua baris namun penuh makna. Pada suatu hari di desa yang tidak jauh dari kota di mana Rumaisha tinggal terjadi bencana. Sebagai pemudi yang aktif ia turut menjadi relawan, dia membantu menyalurkan bantuan – bantuan. Tanpa disangka ternyata pemuda yang pernah memikat hatinya tersebut juga menjadi relawan, bahkan satu kelompok dengan Rumaisha, yang akhirnya mau tidak mau, menuntut keduanya untuk saling berbicara. Singkat cerita mereka berkenalan, nama pemuda tersebut adalah Abdullah. Semakin membuncah perasaan Rumaisha begitu nama itu disebut. Acara bakti social selesai. Namun, perkenalan mereka tidak berakhir seketika itu juga, mereka masih sering berkomunikasi, sekedar sharing atau tukar pendapat. Entah, apa yang membuat hati Abdullah juga terpikat pada Rumaisha. Mungkin karena komunikasi yang membuatnya merasa akrab dan nyaman. Suatu hari, Abdullah memberanikan diri untuk menyatakan perasaaannya.
“Rumaisha, aku ingin mengkhitbahmu” Bagaimana tidak tersentak perasaan Rumaisha, meskipun hanya dilontarkan melalui sms, namun cukup melambungkan angannya. Abdullah dan Rumaisha berniat untuk sberta’aruf, tapi, justru musibah bagi keduanya, niat awal yang baik justru meyerempet ke hal – hal yang tidak disukai Allah, mereka malah menjurus ke arah pacaran. Tapi, masih mampu mengendalikan nafsu mereka, dan tidak pernah sampai terjadi khalwat seperti pacaran pada umumnya. Mereka hanya berkomunikasi via telfon dan sms. Hari – hari seperti terasa indah bagi mereka, padahal, dibalik semua itu sedikit demi sedikit mereka meninggalkan keimanan mereka. Menghayalkan cita – cita mereka berdua yang ingin membina sebuah rumah tangga yang islami, bahkan sampai pada angan – angan tentang memiliki keturunan, meskipun begitu, cara mereka tetap saja salah, karena belum ada ikatan yang menghalalkan hubungan mereka. Hingga suatu hari, ada sebuah percakapan kecil di antara mereka, yang mana mengawali kesadaran Rumaisha untuk kembali ke jalan Allah.
“De, nanti kalau kita menikah de mau mahar apa?”
Pertanyaan yang pasti melambungkan angan – angan setiap wanita. Jauh – jauh sebelum bertemu dengan Abdullah, Rumaisha memang sudah mengidam-idamkan mahar untuk pernikahannya kelak, karena mahar adalah haknya wanita. Rumaisha mengetahui bahwa salah satu tanda wanita yang diberkahi adalah wanita yang murah maharnya. Namun mahar yang diinginkan oleh Rumaisha sudah ia tanamkan untuk tidak harus dipenuhi, hal ini hanya ia ajukan jika memang sang calon suami setuju dengannya, namun jika tidak maka ia akan meminta mahar yang jauh lebih ringan, hal ini karena ia hanya meniginkan ridho Allah.
“Hmm, de pengen maharnya de nanti 7 buah gamis besar berwarna gelap yang menutupi aurat de, dan menutupi seluruh lekuk tubuh de, plus jilbabnya yang besar ya kak, hehe , ”
Ketika melayangkan sms itu, jauh di dalam hati Rumaisha, terdapat harapan yang sangat besar agar Abdullah menyetujuinya.
Dibalik setiap permintaan Rumaisha itu malah manfaatnya ditujukan untuk suaminya kelak, pertama, ia ingin 7 buah (yang mana Allah menyukai angka ganjil) gamis besar berwarna gelap ( Rumaisha meniatkan pakaian itu untuk dipakai ketika ia keluar rumah, agar tiada lelaki lain yang senang memandangya, karena ia ingin menjaga keindahannya hanya untuk suaminya, ia tidak mau memakai warna – warna yang dapat menarik perhatian, makanya Rumaisha meminta warna yang gelap agar tidak ada lelaki yang tertarik untuk memandanginya ketika ia sedang di luar rumah, hal ini agar kehormatannya dan kehormatan suaminya tetap dapat terjaga), ia ingin sang suami membantunya untuk menjaga kehormatan istrinya kelak.
Namun, sungguh jawaban Abdullah sangat jauh di luar dugaan  Rumaisha. Abdullah yang dari awal sangat memukau hati Rumaisha dengan sikapnya yang baik,  kini membuat hati Rumaisha menangis hebat. Abdullah yang biasanya sangat memanjakannya dan meng’iya’kan setiap permintaan Rumaisha kini malah menolaknya.
“Wuih, de, ribet banget, liat nanti aja deh ya”
Membaca balasan sms itu, hati Rumaisha teriris rasanya, permintaan yang ia pikirkan manfaatnya,yang manfaatnya ia tujukan juga untuk calon suaminya, malah ditolak hanya dengan alasan ribet. Hati Rumaisha marah, ‘mana janji manismu, yang akan membawaku ke surga? Aku minta seperti itu saja kau sudah keberatan , apalagi kalau kita membina rumah tangga, apakah kamu tau semua itu juga aku tujukan untuk kamu kebaikannya, agar engkau mempunyai istri solehah, mempunyai perhiasan terindah dunia’ Hatinya menggerutuk. Sebenanrnya ingin ia menangis, tapi keadaannya yang sedang berada di keramaian, menahan sejenak air matanya untuk keluar.
“hehe, kalo misalnya kakak keberatan, diganti yang lain juga gak apa ko J
Rumaisha membalas sms masih dengan tenang, tak mampu meluapkan kekecewaannya, namu, tak dapat dipungkiri, hatinya hancur, harapan yang ia gantungkan seolah – olah terkhianati.
Sesampai di rumah, Rumaisha merebahkan badannya di atas tempat tidur, mencoba menenangkan diri,
“ Ya Allah, seperti itu kah pria yang selama ini aku kagumi, yang aku harapkan bisa menjadi imam yang baik untukku dan keluargaku kelak? Di mana letak pengorbanannya, aku menyesal telah berharap padanya L
Air mata Rumaisha tak terbendung lagi. Tersadar bahwa selama ini ia telah melanggar larangan Allah, dan mengharap kepada selain Allah, semakin tak tertahan air matanya menyesali perbuatannya selama ini.
Sejak saat itu ia kembali ke jalan Allah, mengambil hikmah dari semuanya. Allah Maha Pengampun.
Handphone Rumaisha selalu berbunyi, Abdullah selalu mencoba menghubunginya, namun tidak digubris oleh Rumaisha, mengikat hatinya satu untuk Allah. Menanti seorang imam pilihan Allah.
Hingga akhirnya mereka lulus dari perguruan tinggi, dan tak pernah berjumpa lagi.
Rumaisha mengganti maharnya, “jika ada seorang ikhwan yang agamanya dan ingin mengkhitbahku, maka sebagai mahar, aku ingin dia membacakan hafalan Surah kesukaanku, yaitu Surah An-Naba dan Ar-Rahman” JJJ

*****

Habibah Al-Hilm